Kamis, 10 Desember 2009

PUCUK DICINTA TOPAN TIBA

PUCUK DICINTA TOPAN TIBA

MENURUT SKENARIO POLITIK YANG BERKEMBANG TERAKHIR KEPEMIMPINAN NASIONAL ERA ORDE BARU HENDAK DINOBATKAN MENJADI “PAHLAWAN YANG SEMPURNA

Gema MPR pada sidang 1998 menyiratkan agar sang pemimpin bilamana tutup usia masih dalam jabatan aktif sebagai presiden. Inilah sebuah upaya pembentukan opini yang mengarah kepada kultus individu, model taklid bahkan berlebih-lebihan karena bentuk spesifikasi kepemimpinan rapublik terkungkung dalam sistem absolutisme monarki.

Namun fakta berbicara lain. Bangsa Indonesia harus diselamatkan dari “bualan” Kekuasaan adalah Panglima menyusul krisis multi dimensi yang mencekam. Mahasiswa Diutus Tuhan selaku ujung tombak reformasi. Haji Muhammad Soeharto pun turun tahta dalam suasana negara porak poranda.

Sebagai mantan presiden kedua Indonesia ia mengisi sejarah dengan selengkap jasa-jasanya. Seluruh rakyat patut menghormati. Sebagai warga negara ia pun pantas mempertanggungjawabkan segala penyimpangan yang terjadi di depan mata bangsanya.

Asset kekayaan bersama keluarganya terhitung sejak adanya gejala penyelewengan dari konsesi politik Orde Baru, 1978 – 1998 (lihat konsideran di halaman depan) tetap perlu dilakukan investigasi.

Seting kondisi yang memungkinkan terlaksananya upaya tersebut Haji Muhammad Soeharto pantas bersikap, satu; memenuhi janjinya untuk “madeq pandita” melepaskan diri dari percaturan politik nasional, dua; dengan suka merta mengembalikan seluruh aset negara yang sempat tergaet selama menjabat, atau setidak-tidaknya dua puluh tahun terakhir, dan tiga; memperbanyak istighfar,menuluskan taubat, serta bertawadluk dengan merelakan putra-putri ataupun keluarga besarnya disidik dan diadili menurut hukum.

Seluruh keluarga diminta berlapang dada diikuti itikad baik sebagaimana patriot bangsa menempatkan sikap, yakni satu; menyatakan kebenaran hati nurani dihadapan penegak hukum atau sidang majlis tertinggi bahwa selama ini telah mendapat kemudahan, hak istimewa, sampai hak monopoli bisnis maupun ekstra-aktiifitas lainnya berkat jabatan orang tuanya, dua; menghentikan sementara berbagai kegiatan publik yang menonjol baik dalam bidang sosial, ekonomi, dan politik sampai waktu tertentu dikeluarkannya status hukum tetap, tiga; dengan suka rela melaporkan kepada pihak kejaksaan hasil audit akuntan publik atas semua cakupan bisnisnya., atau dengan kesadaran penuh mengembalikannya kepada negara tanpa menunggu datangnya pemeriksaan.

Dengan melaksanakan diktum-diktum di atas niscaya rasa terpanggil untuk andil lebih banyak lagi memperbaiki keadaan ekonomi negara akan berimbas langsung mengembalikan pamor dan nama baik keluarga HM Soeharto. Masyarakat akan menyambut positif tatkala menjumpai mantan pemimpin berikut keluarganya hidup sederhana, kanaah, bersahaja dan bahagia di tengah kerumunan rakyat selagi membentangkan bendera ampera, merah putih. Demikianlah watak suritauladan pahlawan Pancasila.

Blabak, 1 Juni 1998

Whelly Sukis Moro Km, Eksponen mahasiswa 1978—dilansir di Suara Indonesia, 5 Juni 1998, Surabaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar