Jumat, 18 Desember 2009

Paradigma Pribadiku


-->
Paradigma Pribadiku
1. Pendidikan
Masih sangat sulit saya untuk bersikap optimis bilamana “Revolusi Formasi Lembaga Negara” terjadi dan digantikan oleh orang-orang muda intelektual, mengingat kelulusan anak didik yang mengalami pembelajaran serta proses pendidikan selama bertahun- tahun hanya ditentukan selama beberapa jam atau enam hari, itu pun hanya dengan materi kognitif belaka yang berada di luar jantungnya esensi pendidikan insan kamil yakni budi pekerti (sebut, akhlaq) . Lalu ingkarkah kita pada sabda Rasulullah –sebagai mahaguru suluruh manusia modern—arah objectif sebagai misi utama beliau adalah menyempurnakan budi pekerti luhur? Sedangkan kita semua memahami merupakan pewaris perjuangan beliau….
2. Hukum
Setinggi apapun nilai positif hukum, implementasinya harus mampu menyelamatkan kaum lemah, kaum papa yang senantiasa terlindas oleh roda-roda kapitalisme-liberal seperti sekarang ini. Doa kaum tertindas implikasinya laksana “Puting Beliung” yang sewaktu-waktu mampu memporakporandakan segala sesuatu yang menjadi dambaan dan kebanggaan lapisan elit Negara Pancasila ini. Keangkuhan dan kesombongan sejak dahulu hingga kini hanya akan menimbulkan perasaan apati masyarakat. Ujung-ujungnya jika para penegak hukum enggan bertaubat dan berbenah diri maka rakyatlah yang akan turun bak tsunami untuk menjustifikasi dengan konsep baru, baik atau buruk itulah realita sejarah yang mudah-mudahan lebih elegan, jauh dari nafas-nafas neokolonialis.
3. Politik
Dalam bahasan “Siasah”, politik tidak harus berkesan keji atau menakutkan sebagaimana pendapat orang kebanyakan. Unsur kekuasaan dan kepentingan adalah faktor penting dalam kajian politik di samping faktor lain seperti adanya kepentingan untuk mencapai tujuan mulia; kekuasaan yang berpengaruh luas ; serta unsur legalitas (Hukum) dan; kelembagaan yang mewadahi unsur-unsur tersebut.
Leadership merupakan ruh politik dan ia melekat dengan dipenuhinya persyaratan kualitas kepribadian meliputi moral budi pekerti ketakwaan-kesalihan dan kealiman. Pelaku-pelaku politik ini mampu mewarnai ritme dalam mencapai tujuan akhir yaitu mewujudkan masyarakat adil dan makmur, aman damai dalam percaturan adab dunia.
Berbagai aliran dan faham politik yang ada diharapkan menambah percepatan dalam mengikhtiarkan pencapaian purna-tujuan tersebut. Terjadinya friksi ataupun pertentangan pada lembaga politik yang akhirnya menyengsarakan rakyat semata-mata disebabkan oleh ketidakberdayaan figur pemimpin dengan kata lain prasyarat standar leadership para pemangku kekuasaan jauh dari terpenuhi meskipun dalam ukuran formal dianggap mampu kenyataannya moral kepribadian yang belum memadai. Konstelasi yang demikian rasa-rasanya semakin jauh tujuan itu dapat diraih….
4. Ekonomi
Saya heran, bangsa Indonesia yang didambakan sebagai bangsa besar dan di dalamnya terhimpun berbagai ahli dan segudang sarjana tak terkecuali pakar-pakar ekonomi, tampaknya tidak merasa malu, tidak berdaya mengembalikan derajat satuan mata uang rupiah kepada keseimbangan kebutuhan riil hajat hidup masyarakat. Ingat, satu rupiah sekarang ini tidak ada nilainya sama sekali. Jangankan sebutir kembang gula, secubit pupuk tinja pun tak mendapat. Ironis jika mati-matian membanggakan rupiah.
Uang adalah alat tukar kalau tidak boleh dikatakan sebagai asset perbankan yang—bagaimanapun diperdebatkan panjang lebar memakan ratusan tahun lamanya ujung-ujungnya tetap mengandung riba. Sejak materialisme menulangpunggungi kapitalis disusul merajalela praktik bank, perniagaan uang menjadi marak. Artinya sudah dua aspek mudarat dibiarkan dan berlangsung lama yaitu penyimpangan riba dan kegiatan terlarang jual beli uang. Barang-barang kebutuhan pokok manusia yang sifatnya terbatas itu urung dari perhatian para pengambil kebijakan ekonomi sehingga barang-barang tersebut jatuh ke tangan pemodal yang notabene menjalankan pola monopoli. Sekali lagi hal ini realitas.
Dan setiap pengingkaran mengandung risiko moral yang berat. Kalau hukum absolut dari Yang Maha Adil sudah barang tentu pelanggaran segera mendapat peringatan seterusnya azab. Dengan menutup mata pun kita merasakan azab dari dua kemudaratan di atas sampai bangsa ini terpuruk terus.
Globalisasi sektor ekonomi telah disambut gegap gempita oleh para pemakai kacamata liberal. Dua aspek pengingkaran sampai kini berjalan melenggang saja tanpa koreksi apalagi diinsyafi, terlebih lagi ikatan kepribadian sebagai jati diri bangsa lambat laun terlepas, Pancasila adalah pandangan hidup bangsa religius semestinya konsep ekonomi sosial, agamis, adil dan beradab cepat- cepat digerakkan. Itulah koreksi sekaligus introspeksi kita agar tidak menambah dosa; atau azab dan bencana datang mendahului langkah bangsa ini sebelum laknat yang pedih ? Waallahualam.

Sabtu, 12 Desember 2009

Klenger dan Lher !

Kiat Sastra

Klenger dan Lher !

Yang Gui, namanya. Remaja pria kelas dua di SMU Unggulan. Ia anak seorang konglomerat di kota budaya ini. Penampilannya disegani kawan-kawan seligting karena mempunyai fasilitas dan keutamaan lebih. Anak manja ini sedang involved-puber. Terpikat sampai tergila-gila dengan si mahasiswi cantik seprofil Sandra Dewi. Namanya Mey-Mey. Cewek fakultas hukum yang menjadi sasaran mata-julik kaum lelaki, kalau berangkat dan pulang kuliah memang lewat di depan rumah Yang Gui. Setiap hari pandangan diarahkan, membuat dirinya mati kutu tersayat-sayat asmara serta rasa rindu. Wah !

“Aku tetap penasaran sebelum mampu menjitak primadona itu!” Tuturnya pada kawan-kawan sepergaulan. Maka dikerahkanlah segala potensi materi dan privillese yang disandang ayahnya guna memburu Mey-Mey. Dikeluarkanlah Swift sampai Baby-Bens putih untuk menghimpun Pengikut yang setia membantu perburuannya. Yang terpenting segera mengenal identitas untuk menyampaikan hasrat hati. Satu kiat yang dia janjikan ketika berembuk dengan kolega, “Apapun imbalannya, Mey-Mey mesti jatuh di tanganku !” Betapa sakit dan menderita jika perasaan hati selagi berhasrat besar senantiasa meletup-letup seperti akan meledak menyusuri peraduannya. Oh, Cinta !

Sayang seribu kali sayang. Malang nasib tak dapat ditolak. Bencana telah melanda jejaka glamour ini. Surat pertama yang diidamkan sebagai jembatan pertemuan kasih, ternyata terbalas hanya dengan sebait puisi pamungkas; “ Kauboleh mencintaiku, seperti ratusan laki-laki lain mengharapkan cintaku, itu hakmu. Namun kau pun harus menghormati hak azasiku untuk menolak cintamu. Maaf, di antara kita tidak ada sedikit pun persamaan. Aku milik diriku sendiri, mengerti ?!” Pernyataan Mey-Mey vulgar.

Yang Gui lemas. Terkulai. Merengek pun tak kuasa. Hilang daya; hilang pula kekuasaan yang diandalkan dari julukan anak mas konglomerat. Segala fasilitas dan prioritas dunia nyata seakan tak berguna; tak dapat menolong penderitaan batin yang hampir hancur mumur itu. Ia jatuh sakit. Selama dikirim buah jeruk sang mama, selama itu pula ia mendiami Sentral-Berhad Hospital di Singapore. Ia tak mampu mengatakan gejala yang sebenarnya di depan psikiater. Semata keguncangan Jiewha tengah melanda anak kesayangan ini. Ia ingin mengadu...malu. Pada siapa ? Klenger.

Mey-Mey mendapat berita tragik ini tatkala turut rombongan melancong di Sarangan. Di depan kekasihnya ia mengutarakan seluruh pengalaman sepanjang petualangan hidup. Mey-Mey jujur dan polos demi kesucian cinta kepada orang yang telah banyak menuntun pengembangan kepribadiannya. Jantung hati itu menyela, “You’re to be able to bring to tread him ?!” Kau telah tega memperlakukan dia begitu?
Spontan gadis cerdas itu menukas, “Wis ben, Kapok !” Rupanya ia tidak sependapat dengan rumpun sosial sekelasnya sebagaimana Yang Gui yang suka melakukan afiliasi kehidupan lepas, menjauh dari komunitas rendah serupa papa. Dengan kemolekan, kesupelan dan talenta pribadinya, ia berjanji memelopori beleid pembauran. Namun di lintas misi suci itu bertambah banyak laki-laki yang kepincut, tergila-gila padanya. Hebat. Mey-Mey sungguh lehay memanfaatkan skillnya: Lher !.
{Whelly Sukis Moro KM, 02.04.08}

Tiga dalam Sebelas

Kontemplasi

Tiga dalam Sebelas

Saat ini aku mengenal diri pribadi tidak kurang dan tidak lebih sebagaimana masa lalu. Hidup seperti langkah beringsut, jauh kembali ke belakang. Merasa lagi di SMP dan SMA atau menjelang kuliah sampai berstatusa mahasiswa. Selalu saja tertatih sepanjang lajur berpikir empirik sembari melawan kerasnya kungkungan kenangan

Lama yang indah tetapi sangat pahit dikecap laksana mencekik leher dekik. Sangat sayang jika dibuang walau candu sebenarnya merugikan, kiranya sekelumit dapat diambil manfaat. Di antaranya daya tarik artistik, serupa perumpamaan kehalusan jiwa budi pekerti , polos jujur lagi suci. Beberapa malam, beberapa hari, minggu hingga bulan mata-hati senantiasa terbelalak tak pernah tidur, gelisah melulu. Betapakah hal ini rindu dendam ?

Kenangan-kenangan seketika menjelma, hidup kembali dan menggoda. Ingatan rawan terisyik. Suksma berpetualang ke masa silam. Tanpa sadar tembang-tembang Koes Plus terputar serta merta makin terkembanglah prosesi kisah dan peristiwa yang kualami.

Pada kala interaksi sosial berganti-ganti saat yang sama nurani bergesek dan bersentuhan, ada tambatan bangga sampai puja. Matahari kelihatan mengayomi pelangi remajaku; bumi menghantarkan kebebasan menunjuk nama; langit menyuguhkan hembusan kelincahan serta ketangkasan pikir dan sikap. Makin lengkaplah pesonaku. Setiap sadar ... aku menangis. Kusebut asma Allah sekalian bertanya, benarkah kumenemui penyesalan ? Kalau kukuburkan semua yang pernah terjadi, detik ini pun keterkaitan dengan kenyataan lama masih amat kuat. Betapapun hal itu menjadi penghalang arah, diriku mesti jujur tak mudah melupakan bahkan tidak mungkin lupa meski dilupa-lupakan. Situasi hayatku dekade ini pun serupa lahan subur bagi berkecambah memori yang suatu waktu tunas muncul kembali. Rasa kesepian nan panjang kiranya tak membuahkan perubahan cakrawala baru. Terdampar dan terbengkalai di ujung jalan lama. Jalan yang sesungguhnya mencatat momentum banyak kejadian yang perlu ditelaah khalayak ramai. Adakah yang sudi menaruh perhatian terhadap album kata-kata yang tercecer untuk dirangkai, disusun menjadi simponi cita-cita . Itulah harapan besar bagi berlangsungnya kehidupan hakiki insan pendamba kemajuan, progres. Sebuah cermin yang kupegang niscaya memerlukan cermin lain yang sangat lebar. Baru tiga—itu pun absolut dari Rosul, Ibu, dan ayahku—untuk dapat mengungkap sebelas. Serangkaian sepak terjang dan perjuangan terus-menerus kulakukan sampai rasa capai maupun litih badan tak terasakan, tak kuhiraukan. Aku serius kalau tidak, menjurus ketus mengambil pelajaran dari kisah “Jalur Hidup”, 1975-1977 mampukah diriku menghapus bias dan distorsi yang membeban, menggelayut disertai khabar dan berita yang semakin mempertajam ingatan bahkan penyesalan. Selalu ingat lagi, kelembutan kasih itu sukar sekali dihindari. Ada kelebihan goresan lain yang rata-rata memperburuk luka lama, melodi 1979 hingga 1981-an puisi-puisi pun berserakan di kaki Menoreh dan berlanjut munculnya bopeng raut hatiku. Kelabakan pula aku mencari kesembuhan yang tepat hingga 1982 – 1983 puteri Solo meletakkan “Candi” harapan dengan taman indah serta sejuk melebihi hamparan kesabaran. Ah, aku tak patut memimpin, namaku hanya Whelly sekedar indah diucapkan bibir-bibir limau selagi ulasan menyangkut idola diperebutkan. Aku belum mampu membawa nama pemberian orang tua ini ke puncak kemaslahatan nusa dan bangsa. Sukis Moro sebagai sambungan kearifan nurani bapak-ibu masih berupa simbul ketegaran yang di matanya berdaya menelantarkan hasrat wanita-wanita muda sejumlah sekolah sehingga Tuhan mencambuk ke-“Dungu”-anku tatkala kusadari betapa sakitnya perasaan hati yang sangat tulus kutikam dan kutinggalkan. Ya-Allah bangkitkanlah mereka yang telah kurebahkan dan rebahkanlah dosaku agar kuat membayar kekhilafan. Berikanlah kesempurnaan iman kepada kami yang berjuang mengisi kehidupan berkah dan Kauridhoi. Amin ! 10.02.1988. WSM

Kamis, 10 Desember 2009

TEORI DASAR BERPIDATO

Teori dasar berpidato
Merupakan bagian dari genus retorika dan protokoler
Pengertian retorika dan protokoler
Tujuan dan maksud pidato
Dasar-dasar pidato
Syarat-syarat pidato
Metode pidato
Sistematik pemaparan materi pidato
Jenis-jenis pidato

Lingkungan, suasana, tempat, waktu dan tujuan harus dijadikan pangkal tolak—starting point penyajian dan sifat-sifat pidato
Pidato baru pantas dilakukan bilamana terdapat pemahaman dan penghayatan terhadap realitas sosial yang ada

Bak mengail kita lebih dulu mengulurkan umpan sehingga ikan sudi mendekat menikmati dengan lahap
Kita pun harus cergas tuntas mengenalkan diri sebagai pemantik kita punya tugas nan cerdik
Sebutkan nama, tempat dan tarikh kelahiran, alamat asal-alamat sekarang, latar belakang keluarga, jumlah keluarga, pekerjaan orang tua
Organisasi yang diikuti, latar belakang pendidikan merangkum pengalaman berorganisasi, kegiatan intra dan ekstra, kepengurusan yang pernah dijabat, motifasi berorganisasi, trainning yang pernah diikuti, termasuk pengalaman khusus berkenaan dengan hoby serta pantangan dalam hal makanan maupun pergaulan

Misi pidato ada dua aliran
Aliran yang berdasarkan pengetahuan biasa (Knowledge) dan aliran berdasar manthiq atau science
Man as the animal that reasons—al insanu hayawannun nathiq
Manusia adalah hewan yang berpikir benar
Agar masyarakat audiens concerned—menaruh minat yang kuat mendengarkan pidato maka berikanlah pengalaman-pengalaman berharga yang sangat dibutuhkan masyarakat secara faktual
Hadis sahih Muslim sebagai contoh, “ Apabila seseorang pergi dalam perjalanan menuntut ilmu, Allah akan memudahkan bagi dia jalan ke surga.”
Leopold Weiss 1934 dalam islamnya bernama Muhammad Asad menuturkan bahwa kita harus mempunyai kemauan untuk belajar dan untuk maju menjadi efisien seperti bangsa Barat di bidang ekonomi dan ilmu pengetahuan. Tapi yang tak boleh dikehendaki oleh kaum muslimin ialah melihat dengan mata- barat, berpikir dengan pikiran barat

MENINGKATKAN KEDISIPLINAN REMAJA

MENINGKATKAN KEDISIPLINAN REMAJA

Hadirin yang berbahagia,
Ungkapan syukur dan suka cita saya lafazkan dalam perhelatan kita kali ini. Semoga Rahmad dan Karunia Tuhan, tercurah senantiasa; menjaring manfaat dari pidato yang serta merta....untuk kepentingan remaja. Untuk kebutuhan generasi muda.
Hadirin yang dihurmati,
Mengapa keadaan perikehidupan kita pada dekade terakhir ini makin tertinggal, makin terpuruk .... ironisnya berlangsung di tengah-tengah kepesatan kemajuan bangsa-bangsa lain di dunia ini; mengapa ....
Dalam integritas politik, kita merasakan dengan hati prihatin;
Dalam dunia usaha kita melihat semakin compang-camping; Dalam aspek prestasi kebangsaan kita saksikan dekadensi yamg cukup memilukan, prestasi olah raga,reputasi pendidikan, hingga dimensi moralitas merosot....merosot....downback on crisism yang ujung-ujungnya kriminalitas melonjak; predikat bar-bar dan niradab mulai lekat di depan kita; Sekali lagi, kita semua sepakat untuk bergumam : “Prihatin !” Karena ternyata dengan situasi demikian semua cita-cita anak bangsa tiba-tiba drops, bahkan stagnan-mandeg. Generasi muda tertatih-tatih telantar urung sampai tujuan.
Hadirin,
Beberapa ahli behavioral, Peneliti Perilaku-kepribadian mensyaratkan tiga komponen pokok untuk tujuan atau yang lazim disebut Cita-cita. Satu; adanya perencanaan yang matang; dua Adanya semangat yang didorong oleh motivasi guna menggerakkan seluruh bagian instrumennya; dan yang Ketiga Adanya disiplin atau dinamakan hukum dasar moral yang secara sadar mengontrol perilaku, mengendalikan perilaku sehingga efektif dan simultan dalam melaksanakan aspek-aspek kegiatan.
Sesuai dengan judul pembicaraan di depan, fokus membahas aspek disiplin. Ya Disiplin ! Ia merupakan sistem sikap mental yang tersusun dari pengetahuan , tersusun dari pemahaman terhadap manfaat nilai dari segala sesuatu dan tercermin secara langsung dalam bentuk perilaku, sikap, serta perbuatan pribadi seseorang.
Hadirin yang Budiman,
Hubungan aksiomatis acapkali berkait-mengait dengan hukum perilaku. Tampaklah oleh kita, pada kurva hubungan lenear positif tertera persaksian nyata bahwa, Semakin Disiplin Kepribadian Seseorang di dalam Masalah Belajar, Semakin Tinggi Pula Rating Hasil Nilai dan Prestasinya. Semakin disiplin dalam memelihara lingkungan beserta ekosistemnya, semakin aman pula kita dari ancaman bencana alam seperti banjir, longsor, global-warming,dan kemarahan alam lainnya.
Sekarang, Saya putuskan sekarang juga ! Dari seluk-beluk kegiatan sehari-hari kita mencoba untuk merinci dan menyebutkan ke dalam daftar tulisan. Semua aktifitas kita inventarisir. Selanjutnya kita rencanakan susunan urut berdasarkan pertimbangan faktor pentingnya yakni skala prioritas. Diskripsi tersebut jadikan panduan langkah kegiatan yang harus dikerjakan dengan konsisten, penuh sadar, dan concern terhadap disiplin....tidak bisa tidak, disiplin jadikan jiwa founding-acts. Dengan kata lain disiplin adalah filosofi, kandetaning mami, watak kita. Kemudian, bagaimana gerangan hasilnya....?! Niscaya posible, baik dan lebih baik. Artinya grafik pragmatis terbukti meningkat !
Hadirin yang berbahagia,
Dunia remaja seringkali dikatakan dunia pancaroba. Diungkapkan demikian karena yang terjadi adalah proses transformasi multiaspek di dalam sistem kepribadian seseorang. Pencerapan demi pencerapan; impresi demi impresi; bahkan penetrasi terhadap konsep yang sama sekali baru, datang secara mobil dari lingkungan sosial dan budayanya. Hal ini akan membuat perubahan-perubahan sikap mental yang cukup signifikan.

Hem ! Perlu saya tandaskan, definisi Remaja merupakan bagian dari Konsep Generasi Muda. Barangkali laik disebut Generasi Muda Yunior sebab stratifikasi usianya merangkum kisaran dua belas sampai dua puluh empat tahun. Selebihnya termasuk dalam kategori generasi muda senior. Sekali lagi, ini penandasan atas dasar pendapat saya.
Hadirin,
Lalu perubahan macam apakah yang layak diharapkan dan pantas didambakan ? Eksplosif jawabnya. Yaitu perubahan dari keadaan semula menuju kepada keadaan yang relatif lebih baik, lebih tinggi nilai hakikat dan manfaatnya. Inilah kondisi Peningkatan. Predikat-Meningkat.
Hadirin yang arif bijaksana,
Sejauh ini urgensi latihan dan latihan dalam aktivitas kehidupan merupakan realitas tak terbantah. Maka harus kita mulai sejak dini. Berbagai aspek kegiatan dalam kontribusi kehidupan sepatutnya kita manaj, kita susun dan rencanakan secara apik dibarengi dengan tekad bulat, kita laksanakan dengan penuh kesadaran, kita jalankan dengan penuh disiplin. Alhasil, Dewi cita-cita yang didamba lebih cepat tercapai. Insya Allah !
Demikian sekilas pidato saya, kurang dan lebihnya mohon dimaklumkan.
Terima Kasih.
3 Mei 2007
wsm

PUCUK DICINTA TOPAN TIBA

PUCUK DICINTA TOPAN TIBA

MENURUT SKENARIO POLITIK YANG BERKEMBANG TERAKHIR KEPEMIMPINAN NASIONAL ERA ORDE BARU HENDAK DINOBATKAN MENJADI “PAHLAWAN YANG SEMPURNA

Gema MPR pada sidang 1998 menyiratkan agar sang pemimpin bilamana tutup usia masih dalam jabatan aktif sebagai presiden. Inilah sebuah upaya pembentukan opini yang mengarah kepada kultus individu, model taklid bahkan berlebih-lebihan karena bentuk spesifikasi kepemimpinan rapublik terkungkung dalam sistem absolutisme monarki.

Namun fakta berbicara lain. Bangsa Indonesia harus diselamatkan dari “bualan” Kekuasaan adalah Panglima menyusul krisis multi dimensi yang mencekam. Mahasiswa Diutus Tuhan selaku ujung tombak reformasi. Haji Muhammad Soeharto pun turun tahta dalam suasana negara porak poranda.

Sebagai mantan presiden kedua Indonesia ia mengisi sejarah dengan selengkap jasa-jasanya. Seluruh rakyat patut menghormati. Sebagai warga negara ia pun pantas mempertanggungjawabkan segala penyimpangan yang terjadi di depan mata bangsanya.

Asset kekayaan bersama keluarganya terhitung sejak adanya gejala penyelewengan dari konsesi politik Orde Baru, 1978 – 1998 (lihat konsideran di halaman depan) tetap perlu dilakukan investigasi.

Seting kondisi yang memungkinkan terlaksananya upaya tersebut Haji Muhammad Soeharto pantas bersikap, satu; memenuhi janjinya untuk “madeq pandita” melepaskan diri dari percaturan politik nasional, dua; dengan suka merta mengembalikan seluruh aset negara yang sempat tergaet selama menjabat, atau setidak-tidaknya dua puluh tahun terakhir, dan tiga; memperbanyak istighfar,menuluskan taubat, serta bertawadluk dengan merelakan putra-putri ataupun keluarga besarnya disidik dan diadili menurut hukum.

Seluruh keluarga diminta berlapang dada diikuti itikad baik sebagaimana patriot bangsa menempatkan sikap, yakni satu; menyatakan kebenaran hati nurani dihadapan penegak hukum atau sidang majlis tertinggi bahwa selama ini telah mendapat kemudahan, hak istimewa, sampai hak monopoli bisnis maupun ekstra-aktiifitas lainnya berkat jabatan orang tuanya, dua; menghentikan sementara berbagai kegiatan publik yang menonjol baik dalam bidang sosial, ekonomi, dan politik sampai waktu tertentu dikeluarkannya status hukum tetap, tiga; dengan suka rela melaporkan kepada pihak kejaksaan hasil audit akuntan publik atas semua cakupan bisnisnya., atau dengan kesadaran penuh mengembalikannya kepada negara tanpa menunggu datangnya pemeriksaan.

Dengan melaksanakan diktum-diktum di atas niscaya rasa terpanggil untuk andil lebih banyak lagi memperbaiki keadaan ekonomi negara akan berimbas langsung mengembalikan pamor dan nama baik keluarga HM Soeharto. Masyarakat akan menyambut positif tatkala menjumpai mantan pemimpin berikut keluarganya hidup sederhana, kanaah, bersahaja dan bahagia di tengah kerumunan rakyat selagi membentangkan bendera ampera, merah putih. Demikianlah watak suritauladan pahlawan Pancasila.

Blabak, 1 Juni 1998

Whelly Sukis Moro Km, Eksponen mahasiswa 1978—dilansir di Suara Indonesia, 5 Juni 1998, Surabaya.

NAGARI LAWANG TRUS BHUMI

NAGARI LAWANG TRUS BHUMI
(kandasnya pemerintahan Orde Baru 1998)

Perahu politik Indonesia pasca kejatuhan Bung Karno tidak bisa lepas dari kendali tangan kepemimpinan Orde Baru. Konsensus Nasional 1966 – 1969 dicapai dengan konsesi melaksanakan Pancasila secara murni dan konsekuen.
Orde Baru telah menyelenggarakan pemilihan umum pertama 1971. kenyataan dan pengalaman dari pemilu pertama ini dijadikan pelajaran politik yang masih mengandung risiko, terutama yang bertalian dengan cita-cita stabilitas politik (statusquo). Sehingga perampingan jumlah partai peserta pemilu pun dilakukan—yang sedikit banyak mengekang pluralitas aspirasi masyarakat. Dari noktah inilah genderang watak penguasa ditabuh menandakan dimulainya era “Politik Otoriter”—pada versi Orde Lama dikenal dengan Demokrasi Terpimpin—menyusul pelaksanaan pemilu 1977,1982, 1987,1992, dan terakhir 1997.
Soeharto selaku administrator, manajer publik sekaligus Pemimpin Nasional niscaya mendapat legitimasi dari wakil-wakil rakyat yang natabene YesMan, seolah-olah rekayasa arranger dalam setiap konser di Gedung Legislatif yang megah itu, sehingga semakin leluasa menciptakan berbagai polecy di berbagai segi bagi


kehidupan berbangsa dan bernegara untuk menjalankan trade-mark kekuasaannya yakni Pancasila dan Pembangunan.
Segenap potensi fisik serta manifestasi hati nurani bangsa Indonesia dieksploatasi secara besar-besaran atas dasar satu komando atau kekuasaan tunggal,bagai raja yang setiap titahnya tak pernah mengandung salah. Setiap kritik, koreksi, sindiran maupun teguran dianggap sebuah ancaman besar bagi konsep stabilitas yang didambakan. Kekuasaan menjadi Panglima, siapa pun harus mematuhi, menyerah dan bertekuk lutut bilamana tidak menginginkan menyesal rugi, dinista, disiksa, bahkan mati konyol kalau tidak dipenjara.
Sejarah pun mencatat bahwa Demokrasi Pancasila terbukti telah diselewengkan dengan penafsiran sepihak sampai-sampai atraksi kesombongan pejabat tak ada lagi yang mampu menahannya. Berdengunglah slogan Single Majority yang menggambarkan hegemoni keangkuhan dan nafsu keserakahan sesama.
Kedaulatan rakyat tidak ubahnya lips-service di tengah-tengah rancunya kehidupan sosial yang diwarnai dengan arogansi serta perbenturan antar-klas dalam masyarakat. Kebijakan pembangunan ekonomi lambat laun makin jauh dari sasaran karena merajalelanya caracter-dissorder dan yang perlu diakui formulasinya menganut kapitalisme modern yang menitikberatkan pada pertumbuhan fisik kelas menengah keatas. Konsep ekonomi kerakyatan hanya ditempatkan di ruang belakang yang remang-remang dan cukup menjadi saksi korban ramainya perdagangan modal para penyandang privillese, katabelece lazimnya perilaku elit berkutat dalam tindakan kolusif.
Masyarakat kecil pada umumnya sebagai pemilik sah dan pemegang Ampera, bertubi-tubi menjadi obyek penderita dari investasi pembangunan. Kian hari kian merasakan desakannya. Kesenjangan di sana-sini makin menganga disertai berjangkitnya degradasi moral dan terkikisnya budaya luhur bangsa. Krisis pun merayap cepat menggerogoti penjuru penghidupan rakyat. Tiada tersirat lagi sinar harapan esok hari ibarat perahu tanpa haluan nan pasti.