Minggu, 06 Desember 2009

Baderbang Sisik Kencana


-->
BADERBANG SISIK KENCANA
Tinjauan Sejarah Pemandian Alam Mudal Blambangan
Penulis : Whelly Sukis Moro KM
Sejak abad tujuh balasan, zaman kolonial Hindia Belanda, mata air mudal blambangan blabak sudah dikenal ramai. Tempat pemandian alam yang diharapkan dijadikan cagar budaya ini mempunyai sejarah yang unik dan spesifik. Unik, karena mengandung legenda domestik dan spesifik , karena riwayatnya berkaitan dengan pengaruh dua kekuasaan, kekuasaan tradisionil dan kekuasaan modern penjajah Belanda.
Legenda Domestik
Zaman dahulu terhampar persawahan yang diolah oleh penduduk secara konvensional. Di sebuah petak tertentu seorang penggarap lahan tanaman
sedang bekerja keras membajak tanah lengkap dengan peralatannya luku, sepasang kerbau sebagai penariknya, dan segenap asesoris lainnya seperti cemeti, caping, serta cangkul. Di tengah giat, dan bersahajanya pembajak tersebut bekerja tiba-tiba ia raib begitu saja. Tanpa ada tanda suara atau gejala apapun pembajak beserta seluruh peralatan yang dibawanya hilang musnah dalam sekejap. Penduduk sekitar berbondong mencari-cari ke mana ia pergi dan rimbanya, timbul spekulasi-spekulasi yang beredar di tengah masyarakat dengan berbagai anggapan dan corak prasangka berhubung status dirinya masih pengantin baru. Lima hari yang lalu pembajak tersebut melangsungkan pernikahan dengan seorang putri yang sekarang ikut merasakan sedih berduka cita disertai kecemasan yang dahsyat terlebih-lebih musabab nasibnya ia menjadi perhatian masyarakat.
Belum surut kegelisahan penduduk mencarinya, saat yang sama di tempat yang digarap pembajak semula tampak keluar air. Kian lama kian deras se-hingga meluber menggenangi lahan sekitar. Sedangkan di titik pusat genangan tersebut ditengarai timbul letupan-letupan air yang sangat jernih dengan arus pancar cukup kuat. Menyusul kesepakatan warga bahwa fenomena alam itu sesungguhnya mata air besar yang muncul di dusun Mudal. Air yang keluar pun tak terbendung lagi, inilah karunia ilahi dengan hikmah menyuburkan tanah pertanian dan sarana irigasi.
Upaya manusia adalah mengelola dan memelihara dengan seksama untuk sebesar-besar kegunaan dan keselamatan bersama. Konon kisah selanjutnya, nasib pembajak dengan dua kerbau dan peralatan garu-nya bersama-sama lenyap tersedot mata air baru itu. Entah kemana tak seorang pun tahu. Hanya fakta membuktikan, dalam waktu yang tidak lama pembajak, kerbau beserta seluruh peralatannya diketemukan utuh tetapi sudah tidak bernyawa, di hilir sungai Opak di daerah Kretek, Parangtritis, Bantul, Yogyakarta Hadiningrat.
Evakuasi jisim pembajak dan perangkatnya.
Menurut sumber kisah, masyarakat yang menemukan jenazah pembajak dengan kerbau dan perkakasnya tersebut melaporkan kepada penguasa Mataram dibawah kekuasaan Sultan Agung. Alhasil dengan cara adat keraton, upakara atau perawatan semestinya terhadap jenazah pun dilaksanakan. Dari laporan masyarakat pula perihal kisah nyata tersebut ditindaklanjuti oleh Sultan. Beliau melakukan incognito ke Mudal Blabak, di situ terlihat mata air mulai melebar sehingga dibentuklah saluran pembuangan –belakangan dikenal sebagai prototipe irigasi, berupa parit yang lambat laun menyerupai kali, sampai sekarang disebut Kali Agung atau kaligung, bermuara di kali Elo. Tetenger lain yang dibubuhkan oleh sultan adalah penanaman Ringin Putih di seberang atas mata air sebagai pelindung dari erosi gelagah tanah di atasnya. Pada perkembangannya yang alamiah, ringin putih ini dikitari oleh Ringin Kurung dan Ringin Tali/oyot, sehingga tampak rimbun dan rindang pelataran di bawahnya. Pelestarian cagar ini layaknya perlu dijaga.
Punggawa Kasepuhan
Sultan Agung pun menisbatkan mata air Mudal Blabak sebagai tempat khusus kasepuhan Mataram. Beliau memberikan amanat kepada seorang punggawanya bernama Kyai Sempani untuk mengelola sekaligus menjadi juru kunci Mudal Blabak.
Di tempat ini pula sering digunakan untuk pertapaan para pesakti dari keraton Solo maupun Yogya. Belakangan Kyai Sempani dikenal dengan nama Kyai Bendho-Pacul, makamnya terdapat di puncak gunung Lemah wilayah Desa Bojong Kecamatan Mungkid.
Sepeninggal Kyai Sempani, pengelola Mudal kurang begitu jelas karena penulis mengalami kesulitan mencari sumber data. Baru pada era selanjutnya,sekitar tahun 1887 juru kunci Mudal dipegang oleh Mbah Tejo. Beliau mengemban tugas dari Sultan mengelola keberadaan Mudal sampai akhir hayatnya tahun 1955—dari catatan beliau pula sang cucu sebagai nara sumber Penulis menceritakan dengan sangat lugas. Pengganti jabatan juru kunci sekaligus pengelola selanjutnya ialah Mbah Rekso berasal dari dusun Sirad,hanya bersebelahan dengan Mudal. Beliau mengemban tugas sampai sekitar tahun 1969 kemudian digantikan oleh Mbah Bajuri yang bermukim di dusun Jetak II, nama yang terakhir ini menjabat hingga tahun 1999. lepas dari sini tampuk pengelolaan Mudal Blambangan Blabak dipegang langsung oleh Pemerintah Desa Mungkid.
Asal muasal nama kota kecil Blabak
Menurut analisis sejarah, penduduk keturunan tionghoa sudah ada dan bermukim di lingkungan jalan besar sejak zaman penjajahan Belanda, dinamika perdagangan cukup pesat sehingga memunculkan kelas-kelas elit baru di komunitas keturunan. Ketika itu proses keluarnya mata air mudal masih berlangsung, ditengarai air berlimpahan membludak sulit sekali dibendung. Luberan-luberan ke arah selatan yang tidak melewati saluran Agung, membasahi kawasan cukup luas yang selanjutnya kawasan ini dinamai Blambangan.
Seorang tionghoa yang mengkhawatirkan keadaan ini mempunyai inisiatif jitu. Dia ambil bende raksasa, sebut Gong—kepunyaannya kemudian ditutupkan di atas mata air tersebut sekedar mengurangi letupan-letupan keras yang menjola-jola, hasilnya cukup bagus. Untuk memberikan sedikit beban dan tanda alami ditutuplah dengan papan atau lazim dinamakan blabak.
Keadaan seperti itu berlangsung lama sampai-sampai kawasan pemukiman Tionghoa yang difiguri Bah Gong dan kesohor inisiatif jitunya itu—dinamakan kota Blabak. Begitu besar komitmen warga keturunan terhadap keberadaan Mudal sehingga pada dekade modern pun Mudal Blambangan Blabak melekat di kawasan luas. Sebagai bukti monumental, dahulu di sebelah timur Ringin putih terdapat bongpay atau makam nyonyah Kucir dan satu pusara lagi belum diketahui namanya. Karena keharusan sejarah, pada class Belanda kedua terjadi huru-hara rasialis, warga keturunan terusir ke lain kawasan seperti Parakan, Wonosobo,Temanggung, dan sekitarnya sehingga bukti monumental itu pun telah terpugar seiring dengan pergantian penguasa. Inilah sekelumit kisah kota kecil Blabak, desa Mungkid, Kecamatan Mungkid Kabupaten Magelang, Propinsi Jawa Tengah, Republik Indonesia.
Kisah Sayembara Mancing
Kisah bersejarah ini terjadi di antara tahun 1887 sampai 1947. Berkenaan belum terlaksananya konfirmasi mengenai situs peninggalan ke Kraton Solo,ketentuan tahun dalam penulisan ini masih perlu disempurnakan lagi. Penulis hanya berdasarkan bukti berupa diktum turun-temurun serta telaah rasional obyektif. Pertama; kisah berlangsung pada masa juru kunci sekaligus pengelola Mudal dipegang oleh Mbah Tejo, pada saat yang sama pemerintahan formal atau pamong keprajan wilayah Blabak Mungkid dijabat oleh Lurah Ngloji. Kedua; peristiwa itu terjadi masih dalam masa cengkeraman kolonial Belanda, hal ini dibuktikan dengan hadirnya asisten residen jenderal koentoeleueer di situ. Sebagaimana diketahui, antara Mbah Tejo dan Lurah Ngloji mempunyai ikatan batin dan kewiraan yang erat. Dalam suatu hari yang berulang-ulang, Mbah Tejo senantiasa bermimpi mendengar suara yang nadanya menghiba. Kalau dinarasikan berbunyi, “Kembalikan aku ke Sunan Solo !”
Menghadapi fenomena ini, Mbah Tejo menjadi cemas dan gelisah. Beliau berpikir keras guna mendapatkan solusi terbaik. Masih dalam gerundah jiwanya,Mbah Tejo membawa badan untuk menyampaikan anekdot tersebut kepada Lurah Ngloji. Belum sampai tujuan, di tengah perjalanan tanpa diduga sebelumnya bertemu langsung dengan Lurah Ngloji yang sedang berjalan-jalan membawa langkah untuk mendapatkan udara baru. Setelah isi hati dan perkaranya disampaikan, rupanya kejadian mimpi yang dialami kedua tokoh itu sama. Sehingga disimpulkan bahwa persoalan ini harus dipecahkan secara serius. Kesepakatan dicapai, alhasil keduanya berangkat menaiki kendaraan oplet menuju Solo menghadap SriSusuhunan. Pembicaraan berlangsung dengan baik, bahkan dari SriSunan keduanya mendapatkan berita pembenaran bahwa salah satu pusaka kraton lenyap belum ditemukan; yaitu bernama Baderbang Sisik Kencana. Diskusi pun berlangsung berkisar bagaimana caranya mengembalikan pusaka dimaksud ke kraton kasunanan. Maka atas kehendak Sang Raja, diputuskan agar masalah ini tidak disebarluaskan di tengah masyarakat dan untuk menelesih keberadaan pusaka baderbang sisik kencana akan diselenggarakan sayembara memancing di kolam mata air Mudal tersebut pada hari yang telah ditentukan. Beberapa bulan sebelum hari H, maklumat dan publikasi sudah dilaksanakan. Hal ini mempunyai makna agar para calon peserta sayembara mempunyai cukup waktu untuk mempersiapkan diri, begitu ketat persyaratan perhelatan akbar ini, di antaranya calon peserta harus terlebih dahulu berpuasa empat puluh hari. Tatkala hari yang ditetapkan tiba, yakni pada Senin di bulanSafar, ramai masyarakat berbondong-bondong ingin menyaksikan berlangsungnya sayembara itu. Di sepanjang jalan yang dilalui orang-orang berjajar mengelu-elukan kehadiran kirap kereta kencana Sri Susuhunan beserta para putri kedaton yang dikomandoi pasukan berkuda punggawa keraton dan diiringi tunggangan-tunggangan para prajurit dan kerabat raja. Suasana hingar bingar penuh getar sorak sorai tanda hormat, perpaduan emosional di antara raja dan kawula. Sementara penguasa formal pihak Belanda yang diwakili oleh Asisten Residen J.Mier Koentoeleueer telah pun menyambut kehadiran iring-iringan Susuhunan di pintu masuk kolam Mudal. Begitu hangat dan mesra sambutan asisten residen terhadap keluarga Raja, sampai-sampai ungkapan suka citanya diekspresikan secara adat Barat, yaitu dengan memelukdan mencium pipi para putri kedaton yang turut serta.
Sri Susuhunan kurang berkenan melihat gelagat ini sehingga terjadi sedikit ketidaknyamanan hubungan antara keduanya. Lepas dari itu semua, upacara pembukaan sayembara pun dilaksanakan, sambutan-sambutan diperagakan di samping disuguhkan hidangan berupa Bakmi Pecel, Sambal goreng Bader, Gurami goreng dan lain-lain. Sampai kini Bakmi Pecel merupakan jajanan khas di Pemandian Mudal, Blabak.
Kembali ke pokok cerita, ajang sayembara sedang berlangsung, pesertanya terdiri dari berbagai unsur ma-syarakat dan dari berbagai kawasan. Masing-masing berlomba mengail ikandengan hasil sebanyak-banyaknya dan disertai upaya mendapatkan Baderbang yang telah disebutkan dalam sambutan pembukaan semula. Kala itu, sejarah menulis, di hadapan Sang Raja beserta punggawa dan kerabat kra-ton juga masyarakat luas yang menyaksikan secara seksama, seorang peserta—kemudian diketahui sebagai Lurah Blondo, kailnya berhasil menyangkut seekor ikan bersisik besarnya hanya setara dengan ibu jari. SriSusuhunan pun mengetahui, di saat Lurah Blondo hendak melepaskan ikan dari kail secara konvensional, seorang punggawa menegur sapa agar pengailnya menahan dulu. Adegan demikian menjadi fragmen tersendiri yang mendapat perhatian khalayak yang hadir. Rupanya sang Raja sudah menyiapkan Bokor Mas yang berisi air. Begitu bokor diletakkan di bawah kail, tiba-tiba ikan bersisik tadi terlepas sendiri dan meluncur masuk dalam bokor.
Alhasil dimafhumkan bahwa seekor ikan bersisik inilah Pusaka Baderbang Sisik Kencana yang dinanti-nantikan pulang ke peraduan di Surakarta Hadi-ningrat. Di samping hadiah reguler, Sang Raja pun memberikan hadiah khusus kepada Lurah Blondo berupa titah bahwa keturunannya akan memegang tongkat kepemimpinan masyarakat sampai kelak di kemudian hari.
Kajian Singkat sebagai Dasar Pengembangan LebihLanjut.
Kata kunci untuk membuka kajian ini adalah Rekonsiliasi Paradigma terhadap keberadaan Pemandian Alam Mudal Blabak, sebut Pemandian AMUBA. Faktor sejarah yang dapat dipetik mengandung dua aspek dasar. Pertama; tinjauan historis-kronologis Pemandian Amuba merupakan cagar budaya yang harus dijaga dan dilestarikan. Implikasi nilai adat, konstelasi moral, dan romantika perjuangan bangsa serta pesan-pesan ritmik di balik fenomena tersebut dirasa perlu dipertahankan, kalau mungkin diaktualisasikan sesuai dengan tuntutan zaman. Kedua; tinjauan monumental dan sumber daya ekonomi; Pemandian Amuba adalah aset masyarakat yang tak ternilai harganya. Namun upaya mengeksplorasi melalui pendekatan aspek yang kedua ini harus dilakukan secara seksama dan hati-hati, dengan kesadaran tinggi seperti apapun tujuan dan perencanaannya tidak bisa tidak mempertegas dan memperteguh aplikasi aspek pertama di atas Pengalaman menunjukkan , telah berulang kali usaha pengembangan atau sekedar restorasi Pemandian Amuba kurang berhasil. Hal ini disebabkan bukan karena rendahnya modal investasi ataupun lemahnya profesionalitas pelaksana, adanya salah satu faktor yang terkesampingkan. Ketidaksadaran terhadap konsep Mata-Hati berkait erat dengan niat tujuan pembudidayaan itu sendiri. Unsur-unsur kekuatan multidimensi selayaknya dikontribusikan secara arif sehingga mampu menjalin akses kebersamaan sebagaimana telah dicontohkan oleh para founding-fathers sejak dahulu kala. Sebagai resume penulis hendak menekankan, prinsip tujuan yang memfalsafahi pengembangan Pemandian Amuba seyogyanya bukan semata-mata untuk profit oriented. Sebesar-besar anggaran efektif diarahkan untuk membangun pelestarian adat dan budaya luhur nenek moyang agar mengilhami langkah-langkah pembinaan jati diri bangsa menurut kerangka Nation-building di tengah arus global ini. Semoga terlaksana dengan baik. (WSM-08)
.
Konsep dasar pengembangan
  1. rekonsiliasi paradigma masyarakat terhadap eksistensi Pamuba,
  2. verivikasi dan diversifikasi pembudidayaan alamiah Pamuba di samping pemanfaatan airnya dapat diciptakan obyek wisata sejarah.
  3. mempersiapkan restorasi sarana dan prasarana transportasi untuk membuka zona ekonomi desa berkaitan dengan prospek wisata domestik maupun mondial.
  4. sosialisasi aktif untuk mencapai kesepahaman masyarakat lingkungan serta kesadaran bersama memelihara cagar budaya sebagai situs sejarah nasional. Sarana publikasi semisal dengan menerbitkan lifelet saku dirasa sangat berarti.
Kejadian-kejadian ganjil mutakhir
1. Tersesatnya seorang nenek sepulang mengikuti pengajian sampai beberapa hari akhirnya ditemukan di tempat lain, sekitar lereng merapi.
2. Ditangkapnya kura-kura putih oleh seorang bocah, beberapa malam berbicara sendiri layaknya suara anak minta diantar pulang.
3. Seorang siswa SD terdedah bermain-main sendiri sepulang sekolah di sekitar Ringin Putih sampai sore hari ditemukan oleh orang tuanya .
4. Seseorang kebingungan sampai ke dusun Sanggrahan ketika pulang dari pengajian hendak pulang ke dusun terdekat Mudal.
5. Kejadian-kejadian ganjil lain tak terbilang dalam cacah tetapi mengisi sejarah.
Satu di antaranya beberapa puluh tahun lalu tiba-tiba kehadiran tamu kerabat dalem keraton kasunanan dan rupanya hanya menjemput seorang satria pertapa yang disinyalir berada di wuwung bangunan induk Mudal sejak beberapa tahun.
Namun masyarakat sekitar pun tidak mengetahui kecuali percaya tempat tersebut menyimpan mitos bernilai tinggi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar