Jumat, 18 Desember 2009

Paradigma Pribadiku


-->
Paradigma Pribadiku
1. Pendidikan
Masih sangat sulit saya untuk bersikap optimis bilamana “Revolusi Formasi Lembaga Negara” terjadi dan digantikan oleh orang-orang muda intelektual, mengingat kelulusan anak didik yang mengalami pembelajaran serta proses pendidikan selama bertahun- tahun hanya ditentukan selama beberapa jam atau enam hari, itu pun hanya dengan materi kognitif belaka yang berada di luar jantungnya esensi pendidikan insan kamil yakni budi pekerti (sebut, akhlaq) . Lalu ingkarkah kita pada sabda Rasulullah –sebagai mahaguru suluruh manusia modern—arah objectif sebagai misi utama beliau adalah menyempurnakan budi pekerti luhur? Sedangkan kita semua memahami merupakan pewaris perjuangan beliau….
2. Hukum
Setinggi apapun nilai positif hukum, implementasinya harus mampu menyelamatkan kaum lemah, kaum papa yang senantiasa terlindas oleh roda-roda kapitalisme-liberal seperti sekarang ini. Doa kaum tertindas implikasinya laksana “Puting Beliung” yang sewaktu-waktu mampu memporakporandakan segala sesuatu yang menjadi dambaan dan kebanggaan lapisan elit Negara Pancasila ini. Keangkuhan dan kesombongan sejak dahulu hingga kini hanya akan menimbulkan perasaan apati masyarakat. Ujung-ujungnya jika para penegak hukum enggan bertaubat dan berbenah diri maka rakyatlah yang akan turun bak tsunami untuk menjustifikasi dengan konsep baru, baik atau buruk itulah realita sejarah yang mudah-mudahan lebih elegan, jauh dari nafas-nafas neokolonialis.
3. Politik
Dalam bahasan “Siasah”, politik tidak harus berkesan keji atau menakutkan sebagaimana pendapat orang kebanyakan. Unsur kekuasaan dan kepentingan adalah faktor penting dalam kajian politik di samping faktor lain seperti adanya kepentingan untuk mencapai tujuan mulia; kekuasaan yang berpengaruh luas ; serta unsur legalitas (Hukum) dan; kelembagaan yang mewadahi unsur-unsur tersebut.
Leadership merupakan ruh politik dan ia melekat dengan dipenuhinya persyaratan kualitas kepribadian meliputi moral budi pekerti ketakwaan-kesalihan dan kealiman. Pelaku-pelaku politik ini mampu mewarnai ritme dalam mencapai tujuan akhir yaitu mewujudkan masyarakat adil dan makmur, aman damai dalam percaturan adab dunia.
Berbagai aliran dan faham politik yang ada diharapkan menambah percepatan dalam mengikhtiarkan pencapaian purna-tujuan tersebut. Terjadinya friksi ataupun pertentangan pada lembaga politik yang akhirnya menyengsarakan rakyat semata-mata disebabkan oleh ketidakberdayaan figur pemimpin dengan kata lain prasyarat standar leadership para pemangku kekuasaan jauh dari terpenuhi meskipun dalam ukuran formal dianggap mampu kenyataannya moral kepribadian yang belum memadai. Konstelasi yang demikian rasa-rasanya semakin jauh tujuan itu dapat diraih….
4. Ekonomi
Saya heran, bangsa Indonesia yang didambakan sebagai bangsa besar dan di dalamnya terhimpun berbagai ahli dan segudang sarjana tak terkecuali pakar-pakar ekonomi, tampaknya tidak merasa malu, tidak berdaya mengembalikan derajat satuan mata uang rupiah kepada keseimbangan kebutuhan riil hajat hidup masyarakat. Ingat, satu rupiah sekarang ini tidak ada nilainya sama sekali. Jangankan sebutir kembang gula, secubit pupuk tinja pun tak mendapat. Ironis jika mati-matian membanggakan rupiah.
Uang adalah alat tukar kalau tidak boleh dikatakan sebagai asset perbankan yang—bagaimanapun diperdebatkan panjang lebar memakan ratusan tahun lamanya ujung-ujungnya tetap mengandung riba. Sejak materialisme menulangpunggungi kapitalis disusul merajalela praktik bank, perniagaan uang menjadi marak. Artinya sudah dua aspek mudarat dibiarkan dan berlangsung lama yaitu penyimpangan riba dan kegiatan terlarang jual beli uang. Barang-barang kebutuhan pokok manusia yang sifatnya terbatas itu urung dari perhatian para pengambil kebijakan ekonomi sehingga barang-barang tersebut jatuh ke tangan pemodal yang notabene menjalankan pola monopoli. Sekali lagi hal ini realitas.
Dan setiap pengingkaran mengandung risiko moral yang berat. Kalau hukum absolut dari Yang Maha Adil sudah barang tentu pelanggaran segera mendapat peringatan seterusnya azab. Dengan menutup mata pun kita merasakan azab dari dua kemudaratan di atas sampai bangsa ini terpuruk terus.
Globalisasi sektor ekonomi telah disambut gegap gempita oleh para pemakai kacamata liberal. Dua aspek pengingkaran sampai kini berjalan melenggang saja tanpa koreksi apalagi diinsyafi, terlebih lagi ikatan kepribadian sebagai jati diri bangsa lambat laun terlepas, Pancasila adalah pandangan hidup bangsa religius semestinya konsep ekonomi sosial, agamis, adil dan beradab cepat- cepat digerakkan. Itulah koreksi sekaligus introspeksi kita agar tidak menambah dosa; atau azab dan bencana datang mendahului langkah bangsa ini sebelum laknat yang pedih ? Waallahualam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar